Inflasi dan Lonjakan Harga di Pakistan Redupkan Kemeriahan Ramadan

Inflasi dan Lonjakan Harga di Pakistan Redupkan Kemeriahan Ramadan

Sebagai Ramadan yang “paling mahal dan mematikan,” begitulah warga Pakistan menggambarkan situasi di bulan suci tahun ini. Indeks Harga Konsumen (CPI) mencatat kenaikan harga kebutuhan pokok mencapai 31,5 persen, dengan estimasi terburuk di kisaran 33 persen.
Ramadan sejatinya adalah bulan bersedekah, di mana warga yang berkecukupan terbiasa menyumbangkan uang, pakaian atau makanan bagi kaum miskin. Bantuan berupa tepung terigu gratis juga diberikan pemerintah Pakistan.

Namun bantuan tersebut menciptakan dampak tak terduga. Karena diborong negara, ketersediaan tepung terigu menipis yang lantas mencuatkan harga pasar. Alhasil, harga untuk 10 kilogram tepung terigu meningkat nyaris dua kali lipat, dari 680 Rupee Pakistan atau sekitar Rp. 35 ribu menjadi hampir Rp. 60 ribu.

En parallèle : Paspor Masa Berlaku 10 Tahun Hanya untuk Dewasa, Yasonna: Wajah Anak Berubah

“Pengadaan untuk sumbangan tepung terigu menciptakan tekanan pada harga pasar. Jadi memang agak ironis bahwa bantuan bagi kaum miskin justru menciptakan dampak dramatis bagi mereka yang tidak berhak mendapatkan bantuan,” kata Haris Gazdar, bekas koordinator perlindungan sosial di Provinsi Sindh.

Skema tepung terigu gratis oleh pemerintah Pakistan dibayangi antrian panjang selama berjam-jam oleh warga miskin. Pembagian bahkan memicu kepanikan massal yang menewaskan puluhan orang di sejumlah tempat.

En parallèle : AS. Wanita dijatuhi hukuman 47 tahun penjara atas kematian anak laki-laki berusia tiga tahun

“Mereka bilang ini tepung terigu gratis, tapi bagaimana bisa gratis kalau dalam skenario terbaik warga harus menjalani penghinaan, sementara dalam skenario terburuk mereka bisa meninggal dunia,” kata Muhammad Nadeem, supir berusia 39 tahun yang memilih membeli tepung mahal ketimbang mengantri untuk yang gratis.

Kemiskinan dalam pusaran politik
Kritik terhadap kebijakan pemerintah terutama bersumber pada kebuntuan negosiasi utang dengan Dana Moneter Internasional. Sebab itu bantuan langsung dicurigai sebagai kampanye elektoral.

“Ketika kondisi perekonomian secara umum tidak akan membaik dalam waktu dekat, karena kebuntuan dalam program IMF, pemerintah Pakistan tidak punya pilihan selain menggencarkan program bantuan untuk warga miskin demi keuntungan elektoral,” kata pakar sosial Pakistan, Umar Khalid, kepada DW.

Dia mengakui, skema bantuan sosial sejak lama digunakan pemerintahan Pakistan untuk menguatkan basis dukungan elektoral jelang pemilu. Bagi warga miskin seperti Ihsan Gul, bantuan tetap dibutuhkan terlepas dari siapapun yang berkuasa.

“Saya kira, tidak berpengaruh kepada siapa pun saya memberikan suara. Pemerintah toh tidak pernah berbuat banyak buat rakyat biasa, tapi saya rasa warga masih mengingat pemerintahan lama yang membantu meringankan penderitaan kami,” kata dia kepada DW.

“Jika pemerintah Pakistan serius mengurangi beban kemiskinan selama Ramadan, mereka bisa memberikan bantuan langsung tunai via transfer bank seperti saat pandemi Covid-19”, kata Uzair Younas, Direktur Inisiatif Pakistan di Atlantic Council, lembaga wadah pemikir di AS.

Menurutnya, skema bantuan tepung terigu gratis cuma menghasilkan “sesi foto” bagi pejabat pemerintah, tanpa “memberdayakan warga seperti dengan bantuan tunai dan infrastruktur digital.”

Luar negeri